Kehidupan manis antara pria dan wanita berawal dari pernikahan.  Sebab hanya dengan pernikahan, melalui Ijab dan Qobul, Allah menetapkan suatu ikatan suci yaitu akad nikah.  Dengan Ijab dan Qobul maka terjadilah suatu perubahan besar hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang haram menjadi halal, kebebasan menjadi tanggung jawab, yang maksiat menjadi ibadah, dan kekejian menjadi kesucian.  Maka seketika nafsu berubah menjadi cinta dan kasih sayang.
Sumber: Papapz.com
Untuk menjadi rumah tangga yang di rahmati Allah Subhanahuwataala, pernikahan dua sejoli tentu bukan sekedar berkasih sayang antara keduanya saja.  Satu sama lain harus saling memahami hak dan tanggungjwabnya dan menempatkan dirinya dalam posisi yang benar sebagai istri atau suami dalam keluarga pribadinya, dalam keluarga besarnya, dan dalam masyarakatnya.
Sebuah contoh sederhana tapi sering terjadi misalnya seorang istri yang tidak suka jika keluarga suaminya datang berkunjung, karena dianggap merepotkan, kemudian tidak suka jika suaminya memberikan uang kepada ibunya, dan sebagainya.  Ia merasa setelah menikah maka suami dan seluruh hartanya adalah miliknya.  Saya mengutip dari situs http://ibuhamil.com/ngobrol-apa-saja/55979-suami-milik-siapa.html, seorang ibu muda bertanya begini:
"Bunda adakah yang tahu, setelah ijab qobul kan wanita milik suaminya bukan milik orang tuanya lagi. Kalau suami milik siapa bunda? milik istri atau masih milik orang tuanya? Kadang kenapa ya, suami suka ngebelain ibunya terus, udah gitu ibunya juga manja banget sama suamiku, suami ku sering bgt kerumah orang tuanya, kadang kala aku tidak mau ditinggal sendiri, tapi suami malah lebih membela orang tuanya, apa itu wajar bunda?
Pertanyaan seperti ini adalah karena ketidaktahuan. Maka ketika ada ketidaktahuan seorang istri menempatkan dirinya dalam keluarga besarnya, hasilnya adalah kegundahan, ketidaknyamanan, bisa percekcokan, dan fatalnya adalah perceraian.

Dari Aisyah r.a, ia berkata, saya berkata kepada Rasulullah SAW,"Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling besar haknya kepada seorang perempuan/istri? Beliau menjawab,"Suaminya." Aku berkata,"Dan siapakah manusia yang paling berhak terhadap seorang laki-laki/suami? Beliau menjawab,"Ibunya." (Hadits Riwayat Imam An-Nasa'i, Al-Hakim, dan Imam Al-Bazzar).
Wallahu a’lam bishawab..