Tahun 2017
BAPPENAS menetapkan Kawasan Perdesaan Mina Agro Wisata Labuan Jiput menjadi
lokasi Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN). Kawasan Perdesaan ini terdiri dari delapan
desa dalam dua kecamatan. Empat desa di
Kecamatan Labuan terdiri dari Desa Banyubiru, Caringin, Teluk, dan Labuan,
sedangkan Empat desa lainnya yaitu Desa Jiput, Banyuresmi, Sukacai, dan
Tenjolahang masuk di Kecamatan Jiput.
Desa Sukacai
dan Banyuresmi adalah dua desa dari delapan desa di wilayah kawasan perdesaan
mina agro wisata Labuan Jiput yang letaknya bersebelahan. Kantor Kecamatan Jiput berada di Desa
Sukacai, sekitar lima kilo meter jika ditempuh dari kampung Banyuresmi, Darepa,
Cisaat, dan Mayangpang desa Banyuresmi, padahal dua desa ini hanya dibatasi
Sungai Cipunten Agung yang jika dibuat jembatan akan mendekatkan jarak menjadi
satu kilometer saja.
Papan Proyek Jembatan Gantung Sukacai--Banyuresmi |
Tahun 2018 ini Kementrian Pekerjaan
Umum menghadiahkan sebuah jembatan gantung bagi dua desa di Kecamatan Jiput ini
dalam upaya komitmennya membangun wilayah KPPN di Kabupaten Pandeglang. Hal ini tentu sangat disambut gembira oleh
masyarakat terutama anak-anak yang bersekolah di luar Desa dan sebagian petani
yang ingin memasarkan hasil panennya ke Pasar Labuan, tentu saja termasuk
masyarakat yang memiliki kepentingan ke Kantor Kecamatan Jiput. Jembatan gantung yang akan dibangun
membentang sepanjang 40 meter dari Kp. Sukacai desa Sukacai ke Kp. Cisaat Desa
Banyuresmi. Sayangnya akses jalan yang
berada di Kp. Cisaat sepanjang 700 m belum ada.
Adalah Ahmad
Suryadi dan Ustad Suhanda, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat desa Banyuresmi
yang memang sudah sejak lama mengusulkan akses jalan tembus ini; mengajak beberapa ketua RT dan RW untuk mulai
mengupayakan pembebasan lahan. Melalui
beberapa kali musyawarah, akhirnya semua pemilik lahan di lokasi yang akan
dibuat jalan bersedia menghibahkan tanahnya.
Maka langkah berikutnya adalah masyarakat di dua desa yaitu Desa Sukacai
dan Banyuresmi bergotong royong membuat badan jalan.
Cerita
membuka akses jalan ternyata tidak berhenti disini. Masyarakat kemudian menyadari bahwa ternyata
Sungai Cipunten Agung menyimpan potensi wisata yang bisa dikembangkan
diantaranya dapat dimodifikasi menjadi wahana river tubing dan lokasi ground camping.
Lokasi sekitar sungai yang masih penuh pepohonan sangat cocok digunakan
sebagai wahana outbond. Bagi saya
kesadaran ini setidaknya akan memicu kesadaran pelestarian alam sungai Cipunten
Agung.
Sungai Cipunten Agung, lokasi akan dibangun jembatan gantung |
Kampung Cisaat, sesuai namanya berarti
air yang kering. Ketika pertama kali saya mendatangi kampung ini terasa aneh
saja karena kampung yang bersebelahan dengan sungai akan tetapi selalu
kekurangan air terutama saat kemarau. Malam
itu saya sengaja menginap dirumah pak Ustad, saya sampaikan kepada Ahmad
Suryadi dan Ustad Suhanda dalam diskusi kami malam itu, bahwa kita bisa
menaikkan air dari sungai tanpa menggunakan tenaga listrik. Semula mereka tidak percaya, lalu saya
mengajak mereka mencari informasi ini di youtube.com terkait dengan hal ini,
akhirnya mereka percaya dan kami merencanakan akan membuat alat sederhana ini
secara swadaya.
Ternyata ada kisah lain dibalik pembangunan jembatan ini yang akhirnya perlu saya sisipkan dalam cerita ini, yaitu munculnya mata air yang cukup besar ditempat pengeboran pondasi jembatan. Hal ini memaksa kontraktor harus menggeser tempat pondasinya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sementara mata air tersebut kami rencanakan untuk digunakan sebagai sumber air bersih bagi warga desa, terutama warga Kampung Cisaat yang selalu kekurangan air bersih.
Mata Air yang Muncul di Lokasi Pengeboran Pondasi Jembatan |
Diskusi
malam itu berlanjut membicarakan banyaknya tanaman bambu disekitar kampung yang
saya lihat saat mengecek lokasi jembatan gantung. Saya juga jadi tahu bahwa ternyata ada
sebanyak lima desa di kawasan perdesaan ini memiliki potensi yang sama yaitu
tanaman bambu. Selama ini masyarakat
hanya menjualnya Rp10.000 per batang kepada pengepul untuk dibawa ke kota. Lalu kami berdiskusi tentang bagaimana
memanfaatkan potensi ini menjadi tusuk sate dan sebagainya, yang kesimpuulannya
adalah nilai bambu bisa dinaikkan menjadi Rp100.000 per batang dengan
mengolahnya terlebih dahulu. Rasanya kampung inipun bagus juga bila dijadikan Wisata Kampung Bambu. Potensi
yang belum pernah disebut-sebut dalam RPKP Kawasan Perdesaan Mina Agro Wisata
Labuan Jiput.
Pagi
harinya, saya ikut menghadiri gotong-royong masyarakat membuka badan jalan,
karena memang ini alasan utama saya sampai menginap disini. Jam tujuh pagi kami sudah berada dilokasi, satu
persatu masyarakat mulai berdatangan, saya menghitung setidaknya ada 50 orang
yang hadir. Menurut Ustad Suhanda,
jumlah ini sangat sedikit karena jika dilakukan pada hari libur tentu jumlahnya
bisa lebih dari 100 orang. Gotong
royong adalah bagian dari potensi masyarakat yang terkadang luput dari
perhitungan. Demikian juga keinginan dan
cita-cita masyarakat untuk maju dan keluar dari kesulitan.
Suasana Gotong Royong Pembukaan Badan Jalan Kampung Cisaat Desa Banturesmi |
Siangnya
usai gotong royong saya menyempatkan diri berdiskusi dengan bapak-bapak TNI dan
anggota Pemuda Panca Marga Kecamatan Jiput di rumah Anggota BPD Bapak
Ijat. Ternyata Pak Ijat adalah pengusaha
emping melinjo yang menampung hasil produksi masyarakat untuk dijual ke
kota. Sembari babacakan, saya melihat
lagi satu potensi produk unggulan yang bisa dikembangkan yaitu beras merah
wangi produksi Kampung Darepa, yang menjadi menu utama santap siang kami.
Diskusi dengan TNI, Pemuda Panca Marga dan Tokoh Masyarakat, dilanjutkan mencicipi nasi beras merah wangi khas kampung Darepa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar