SELAMAT DATANG DI BLOG INDAHNYA BERBAGI... Blog ini dibuat sebagai sarana berbagi informasi dari kami kepada pembaca. Terima kasih atas kunjungannya.

Popular Post Minggu Ini

Rabu, 28 November 2018

Jembatan Itu Menyingkap Potensi Desa Di Kawasan Perdesaan Kami


Tahun 2017 BAPPENAS menetapkan Kawasan Perdesaan Mina Agro Wisata Labuan Jiput menjadi lokasi Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN).  Kawasan Perdesaan ini terdiri dari delapan desa dalam dua kecamatan.  Empat desa di Kecamatan Labuan terdiri dari Desa Banyubiru, Caringin, Teluk, dan Labuan, sedangkan Empat desa lainnya yaitu Desa Jiput, Banyuresmi, Sukacai, dan Tenjolahang masuk di Kecamatan Jiput.

Desa Sukacai dan Banyuresmi adalah dua desa dari delapan desa di wilayah kawasan perdesaan mina agro wisata Labuan Jiput yang letaknya bersebelahan.  Kantor Kecamatan Jiput berada di Desa Sukacai, sekitar lima kilo meter jika ditempuh dari kampung Banyuresmi, Darepa, Cisaat, dan Mayangpang desa Banyuresmi, padahal dua desa ini hanya dibatasi Sungai Cipunten Agung yang jika dibuat jembatan akan mendekatkan jarak menjadi satu kilometer saja.

Papan Proyek Jembatan Gantung Sukacai--Banyuresmi
Tahun 2018 ini Kementrian Pekerjaan Umum menghadiahkan sebuah jembatan gantung bagi dua desa di Kecamatan Jiput ini dalam upaya komitmennya membangun wilayah KPPN di Kabupaten Pandeglang.  Hal ini tentu sangat disambut gembira oleh masyarakat terutama anak-anak yang bersekolah di luar Desa dan sebagian petani yang ingin memasarkan hasil panennya ke Pasar Labuan, tentu saja termasuk masyarakat yang memiliki kepentingan ke Kantor Kecamatan Jiput.  Jembatan gantung yang akan dibangun membentang sepanjang 40 meter dari Kp. Sukacai desa Sukacai ke Kp. Cisaat Desa Banyuresmi.   Sayangnya akses jalan yang berada di Kp. Cisaat sepanjang 700 m belum ada. 

Adalah Ahmad Suryadi dan Ustad Suhanda, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat desa Banyuresmi yang memang sudah sejak lama mengusulkan akses jalan tembus ini; mengajak beberapa ketua RT dan RW untuk mulai mengupayakan pembebasan lahan.  Melalui beberapa kali musyawarah, akhirnya semua pemilik lahan di lokasi yang akan dibuat jalan bersedia menghibahkan tanahnya.  Maka langkah berikutnya adalah masyarakat di dua desa yaitu Desa Sukacai dan Banyuresmi bergotong royong membuat badan jalan.

Cerita membuka akses jalan ternyata tidak berhenti disini.  Masyarakat kemudian menyadari bahwa ternyata Sungai Cipunten Agung menyimpan potensi wisata yang bisa dikembangkan diantaranya dapat dimodifikasi menjadi wahana river tubing dan lokasi ground camping.  Lokasi sekitar sungai yang masih penuh pepohonan sangat cocok digunakan sebagai wahana outbond. Bagi saya kesadaran ini setidaknya akan memicu kesadaran pelestarian alam sungai Cipunten Agung.

Sungai Cipunten Agung, lokasi akan dibangun jembatan gantung
Kampung Cisaat, sesuai namanya berarti air yang kering. Ketika pertama kali saya mendatangi kampung ini terasa aneh saja karena kampung yang bersebelahan dengan sungai akan tetapi selalu kekurangan air terutama saat kemarau.  Malam itu saya sengaja menginap dirumah pak Ustad, saya sampaikan kepada Ahmad Suryadi dan Ustad Suhanda dalam diskusi kami malam itu, bahwa kita bisa menaikkan air dari sungai tanpa menggunakan tenaga listrik.  Semula mereka tidak percaya, lalu saya mengajak mereka mencari informasi ini di youtube.com terkait dengan hal ini, akhirnya mereka percaya dan kami merencanakan akan membuat alat sederhana ini secara swadaya.

Ternyata ada kisah lain dibalik pembangunan jembatan ini yang akhirnya perlu saya sisipkan dalam cerita ini, yaitu munculnya mata air yang cukup besar ditempat pengeboran pondasi jembatan. Hal ini memaksa kontraktor harus menggeser tempat pondasinya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.  Sementara mata air tersebut kami rencanakan untuk digunakan sebagai sumber air bersih bagi warga desa, terutama warga Kampung Cisaat yang selalu kekurangan air bersih.

Mata Air yang Muncul di Lokasi Pengeboran
Pondasi Jembatan
Diskusi malam itu berlanjut membicarakan banyaknya tanaman bambu disekitar kampung yang saya lihat saat mengecek lokasi jembatan gantung.  Saya juga jadi tahu bahwa ternyata ada sebanyak lima desa di kawasan perdesaan ini memiliki potensi yang sama yaitu tanaman bambu.  Selama ini masyarakat hanya menjualnya Rp10.000 per batang kepada pengepul untuk dibawa ke kota.  Lalu kami berdiskusi tentang bagaimana memanfaatkan potensi ini menjadi tusuk sate dan sebagainya, yang kesimpuulannya adalah nilai bambu bisa dinaikkan menjadi Rp100.000 per batang dengan mengolahnya terlebih dahulu.  Rasanya kampung inipun bagus juga bila dijadikan Wisata Kampung Bambu.  Potensi yang belum pernah disebut-sebut dalam RPKP Kawasan Perdesaan Mina Agro Wisata Labuan Jiput.

Pagi harinya, saya ikut menghadiri gotong-royong masyarakat membuka badan jalan, karena memang ini alasan utama saya sampai menginap disini.  Jam tujuh pagi kami sudah berada dilokasi, satu persatu masyarakat mulai berdatangan, saya menghitung setidaknya ada 50 orang yang hadir.  Menurut Ustad Suhanda, jumlah ini sangat sedikit karena jika dilakukan pada hari libur tentu jumlahnya bisa lebih dari 100 orang.  Gotong royong adalah bagian dari potensi masyarakat yang terkadang luput dari perhitungan. Demikian juga keinginan dan cita-cita masyarakat untuk maju dan keluar dari kesulitan.

Suasana Gotong Royong Pembukaan Badan Jalan Kampung Cisaat Desa Banturesmi
Siangnya usai gotong royong saya menyempatkan diri berdiskusi dengan bapak-bapak TNI dan anggota Pemuda Panca Marga Kecamatan Jiput di rumah Anggota BPD Bapak Ijat.  Ternyata Pak Ijat adalah pengusaha emping melinjo yang menampung hasil produksi masyarakat untuk dijual ke kota.  Sembari babacakan, saya melihat lagi satu potensi produk unggulan yang bisa dikembangkan yaitu beras merah wangi produksi Kampung Darepa, yang menjadi menu utama santap siang kami.

Diskusi dengan TNI, Pemuda Panca Marga dan Tokoh Masyarakat,
dilanjutkan mencicipi nasi beras merah wangi khas kampung Darepa




























Selasa, 20 Maret 2018

Impian Anak-anak Desa



Hari ini saya begitu terkejut namun bercampur rasa bangga, betapa tidak, selama ini saya sering memfasilitasi masyarakat desa menggali gagasan dan minat mereka tentang membangun desa, namun baru kali ini saya merasa bukan sedang berhadapan dengan orang-orang desa.  Dulu mungkin stigma orang desa secara umum dianggap sebagai masyarakat yang lugu dan tidak punya impian, tapi hari ini stigma tersebut terbantahkan dengan diskusi dalam lokakarya menggali kebutuhan pelatihan masyarakat yang dilakukan bersama Balai Besar Pengembangan Latihan Masyarakat (BBPLM) Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di lokasi Kawasan Perdesaan Mina Agro Wisata Labuan-Jiput.  Diskusi dilakukan oleh wakil-wakil dari empat desa di Kecamatan Jiput yaitu Desa Jiput, Banyuresmi, Tenjolahang, dan Sukacai.

Diskusi Kelompok (Sumber: Dok. Ahmad Bersinar)
Dalam sesi kali ini kami mengajak peserta bermimpi mengenai apa yang ingin dilakukannya selama lima tahun kedepan, tentu setelah sebelumnya kami mengajak mereka untuk mengenali potensi desanya masing-masing.  Peserta berdiskusi secara berkelompok dalam desanya masing-masing.

Presentasi wakil desa Sukacai, mereka ingin membangun tempat wisata kuliner dan membangun kios-kios sebagai unit-unit usaha Bumdes.  Sebagai daya tarik wisata kuliner ini akan disediakan beberapa fasilitas untuk menarik pengunjung diantaranya adalah wi fi gratis dan sarana nobar (nonton bareng) pada momen-momen menarik seperti pertandingan sepak bola.

Ditempat lain, Mereka juga ingin mengembangkan tempat wisata embung desa yang akan segera dibangun dengan dana desa pada tahun anggaran 2018 ini.  Di tempat embung tersebut mereka ingin menggunakannya sebagai lokasi pemancingan, sebelah utaranya akan dibagun wahana wisata outbond dan flying fox. sementara di depan dekat pintu masuk dibuat lapangan badminton, bola volly, dan futsal.  Tidak jauh dari tempat ini juga akan disediakan tempat khusus bagi para pedagang yang ingin berdagang memanfaatkan keramaian lokasi ini. Tidak lupa wifi  gratis juga disediakan untuk menarik minat para pengunjung.

Pembuatan tabula pot dan pengembangan tanaman hidroponik dirumah-rumah sebagai pemanfaatan lahan pekarangan juga menjadi impian mereka untuk menambah pendapatan ekonomi masyarakat. 
Selain itu, pengembangan usaha Bumdes berikutnya adalah dengan membangun gudang karena mereka telah berhasil bekerjasama dengan perusahaan pupuk dan pakan ternak untuk menjadi pemasok kebutuhan yang belum ada di desa mereka saat ini. 

Wakil peserta dari Desa Sukacai mengakhiri presentasinya dengan mengataan bahwa semua ini harus dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa agar desa memiliki pendapatan asli desa. 

Desa memang tidak lagi seperti dulu, lahirnya undang-undang tentang desa banyak mengispirasi anak-anak desa untuk mewujudkan impian-impian mereka tentang desanya.  Kepala desa sekarang banyak dijabat anak-anak muda yang lebih inovatif, lebih percaya diri, dan lebih bergairah membangun desanya.  Maka saatnya kita harus menemani mimpi mereka, bukan menakut-nakutinya sehingga tak lagi berani bermimpi seperti dulu.

Lalu strategi apa yang akan mereka lakukan untuk mewujudkan impian-impian mereka tersebut, tunggu cerita berikutnya dari diskusi mereka besok ya.

Bersambung....................

Kamis, 17 Agustus 2017

Sosok “Kabid Pisang”, Cerita Lain Dibalik Ide Pembangunan Kawasan Pedesaan Sentra Komoditas Pisang di Kabupaten Lebak


Cerita ini mungkin kisah yang tidak ingin diketahui oleh banyak orang, sebab ini bukan cerita heroik atau haru pilu seseorang yang memiliki andil besar dalam membangun negri ini.  Seseorang dalam kisah ini tidak sampai berdarah-darah atau mengorbankan harta benda untuk mimpinya membangun sebuah kawasan pedesaan.  Ia hanya bermodal kepedulian dan mimpi membantu meningkatkan ekonomi masyarakat dengan kepekaannya menangkap potensi di masyarakat.

Lahir di sebuah desa bernama Panggarangan, sebuah desa yang berjarak 120 km dari ibu kota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, pada tanggal 17 Juni 1976.  Desa adalah tempat kelahirannya, masa remajanya juga tinggal di desa, membuat gejolak darahnya tidak bisa meninggalkan rasa peduli dengan kemiskinan di desa di kabupaten yang dijuluki tertinggal ini.  Pendidikan S1 dan S2 nya ia tempuh di Universitas Padjajaran (Unpad).  Tesis S2 nya berjudul Analisis Infrastruktur terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Lebak, menambah tinggi kepekaan dan empatinya terhadap kemiskinan.  Ditugaskan sebagai PNS di lingkungan BAPPEDA Kabupaten Lebak pada tahun 2005 juga tambah menguatkan kepeduliannya dengan kemiskinan.

Iman Hiddayat, SE., ME., saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam BAPPEDA Kabupaten Lebak.   Sudah sejak lama melihat potensi komoditas pisang di kecamatan Cilograng dan Bayah namun belum melihat bahwa potensi tersebut membawa peningkatan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat.  Bekerja dilingkungan BAPPEDA membuatnya memiliki banyak kesempatan untuk turun langsung di lokasi ini.  Awalnya ia hanya menemukan masalah yang terjadi adalah jaminan pemasaran yang belum ada karena lokasi ini berada jauh dipelosok kabupaten maupun provinsi.  Berikutnya ia mendapati bahwa produktivitas masih perlu ditingkatkan untuk dapat bersaing pasar dengan daerah lain.  

Tidak banyak yang ia lakukan, hanya bercerita tentang potensi ekonomi pisang bagi masyarakat dan idenya membangun semacam pusat pemasaran, promosi, dan studi komoditas pisang ini kepada semua orang, dan setiap pejabat yang ia temui pada setiap kesempatan. Awalnya orang hanya menganggap idenya biasa saja, bahkan dianggap lucu oleh sebagian orang.  Hal ini dilakukan karena sadar betul ia bukanlah pengambil kebijakannya, dan perlu banyak tangan dari semua sektor untuk menggarap mimpinya.  Meskipun sampai sempat dijuluki “Kabid Pisang,” oleh rekan-rekannya, langkahnya semakin mantap ketika Ibu Bupati mendengar dan menyambut baik idenya.  Bahkan berkat banyak dukungan dan ide-ide yang masuk, mimpinya semakin besar lagi, yaitu menjadikan kawasan ini menjadi sentra komoditas pisang di Provinsi Banten.

Ibu Bupati sebagai pimpinan daerah telah menyambut baik, maka secara berurut semua Satuan Kerja Peragkat Daerah mendukung langkahnya, desa-desa apalagi.  Berikutnya di akhir tahun 2016 datang bantuan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bersama Direktorat Perencanaan Pembangunan Kawasan Pedesaan yang mengarahkan langkahnya agar segera diterbitkan Surat Keputusan tentang Kawasan Pedesaan oleh Bupati.  Bersama UPI sebagai fasilitator, juga dibentuk Tim Koordinasi Pembangunan Kawasan Pedesaan (TKPKP) Kabupaten dan Kawasan.

Awal tahun 2017, meskipun tetap didukung oleh SKPD ia merasa kebingungan karena Rencana Pembangunan Kawasan Pedesaan (RPKP) belum tersusun.  Namun lagi-lagi bantuan datang tanpa ia sangka. Pada Mei 2017, Ditjen Pembangunan Kawasan Pedesaan membantu memperkuat langkahnya dengan mengirimkan dua orang pendamping Pembangunan Kawasan Pedesaan.  Bersama pendamping PKP, ia mendapati lebih banyak potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di kawasan ini.  Saat ini RPKP sudah disusun dan akan di Perbupkan sesuai Juknis Pembangunan Kawasan Pedesaan.

Kisah ini memang biasa, bahkan mungkin orang akan berfikir yang ia lakukan adalah suatu keharusan bagi seorang abdi negara.  Tapi bagi saya hal ini adalah istimewa, sebab tidak mudah mendapati jiwa seperti ini sekarang di negeri ini; jiwa yang perduli, konsisten, dan berfikir sederhana untuk melakukan perubahan.

Wallahu a’lam bishawab..