Berhenti di sebuah tikungan, karena rupanya hujan tak mau
kompromi. Di sebuah saung tempat penjual
gula aren ini aku berteduh. Disebelah kiri jalan, tepatnya didepan tempatku
duduk saat ini, kulihat beberapa anak perempuan sedang bermain lompat tali di
teras rumah. Sementara disisi sebelahnya,
tepatnya di belakang saung ini, terlihat bentangan pantai laut selatan nan elok
yang sedang diguyur hujan. Tidak jauh dari situ, beberapa ibu paruh baya sedang
asyik mengobrol. Sedangkan seorang bapak
tua, yang sedang menuntun induk kambing kacang, yang nampaknya baru melahirkan dua
ekor, berhenti sejenak ikut berteduh disebelahku, sebelum akhirnya melanjutkan
perjalanannya pulang.
Kebisingan lalu lalang kendaraan yang menerobos hujan, serta
deru derasnya air yang seperti dituangkan dari atas langit, justru
menenggelamkan aku dalam perasaan sepiku.
Aku menghitung tetes demi tetes air hujan yang turun, namun tak kuasa
dalam jangkauan kemampuanku. Seperti aku
sedang menghitung dosa demi dosa dalam jiwaku.
Ya Allah, aku hanya dapat memohon ampun atas semua
dosa-dosaku ini, meskipun aku sering mengulanginya setelah memohon ampunanmu,
namun aku yakin Engkau Maha Pengampun Ya Allah. Seperti telah Engkau siapkan
hamparan bumi ini menampung setiap air hujan yang turun, berjuta kali lipat
luasnya tempat pengampunan-Mu.
Suara tertawa anak-anak yang sedang bermain lompat tali,
tiba-tiba menyadarkanku dari perasaan sepi.
Hujan masih belum berhenti, aku menghitung lagi tetes demi tetes air
hujan yang turun, dan tetap tak kuasa dalam jangkauan kemampuanku. Seperti aku sedang menghitung nikmat yang
telah Allah SWT berikan, yang sering aku ingkari.
Bagaimana mungkin aku sering merasa ingkar dalam taburan
nikmat-Mu ya Allah. Sekali lagi, ampuni
aku ya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar