SELAMAT DATANG DI BLOG INDAHNYA BERBAGI... Blog ini dibuat sebagai sarana berbagi informasi dari kami kepada pembaca. Terima kasih atas kunjungannya.

Popular Post Minggu Ini

Sabtu, 22 Desember 2012

Pengagum Rahasiamu



Keindahanmu bukanlah rahasia
Tapi mengagumimu tetaplah harus jadi rahasia
Wahai rem”bulan”ku
Keindahanmu melebihi indahnya sang Lazuardi

Aku berteriak didalam hati
Agar hanya aku yang mendengar
Namun jika gumamanku sampai kau dengar
Itu karena rasa yang tak tertahankan
Bukan karena kekagumanku berharap balasan

Jika tangis dapat memecah kerinduan
Biarlah itupun pecah tertahan
Barangkali suara tidak akan terdengar
Tapi air mata juga jangan engkau salahkan

Biarlah semua terpendam disini
Dalam hati
Sampai aku mati
Pergilah…..

Jumat, 21 Desember 2012

Sebelas Langkah Menangani Masalah Agar Tanpa Masalah


Lebak, 18 Desember 2012

Belakangan, ada sesuatu yang membuat pemberi dana dalam program PNPM Mandiri Perdesaan menjadi sedikit galau.  Kata orang, ini disebabkan karena salah satu kegiatan dalam program ini, yang namanya simpan pinjam perempuan atau sering disebut SPP, terjadi banyak kemacetan akibat penyelewengan.  Padahal kegiatan SPP ini sangat diharapkan oleh pemerintah untuk menjadi salah satu pendorong pengentasan kemiskinan.

Namun meskipun demikian, pola utama penyelesaian masalah dalam PNPM Mandiri Perdesaan, diarahkan pada penanganan masalah berbasis masyarakat dan berbasis Fasilitator.  Sedangkan pola penanganan masalah secara hukum positif, merupakan sebuah pilihan penanganan, apabila  penanganan dengan dua cara tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah.

Lalu bagaimana caranya, atau apa saja yang harus kita lakukan sebagai fasilitator, jika di kecamatan tempat kita bertugas banyak penyelewengan SPP..? dalam tulisan ini, saya akan mencoba menguraikan dengan cara pandang saya sendiri dan dalam perspektif masyarakat di Kabupaten Lebak.

  1. Pahami tentang ilmu manusia (bahwa setiap manusia butuh dihargai, bahwa setiap manusia punya kemampuan berbeda-beda, dsb), berlatih untuk lebih banyak mendengar ketimbang berbicara, berlatih memahami orang lain, dan tegas dalam bersikap, merupakan modal yang sangat besar pengaruhnya ketika kita terjun di dunia pemberdayaan, dan menghadapi masalah-masalah seperti ini.
  2. Jangan tinggal di lokasi tugas.  Tinggal di lokasi tugas, memungkinkan kita menjadi sangat dekat dengan masyarakat, yang mungkin salah satunya adalah bagian dari pelaku. Kedekatan emosional dapat memengaruhi ketegasan kita dalam bertindak.  Tinggal di lokasi tugas, akan sangat beresiko bagi keselamatan kita, bila pelaku adalah orang yang sangat agresif.  Tinggalah di luar lokasi tugas, tetapi mobilisasi masih terjangkau tidak lebih dari satu jam perjalanan, sebab perjalanan di atas satu jam dapat menguras energy dan konsentrasi dalam memfasilitasi.  (Sayangnya ini melanggar SOP dalam kontrak kerja Fasilitator, yaitu bahwa fasilitator harus tinggal di lokasi tugas, mungkin karena ketika aturan ini dibuat, mereka tidak memikirkan hal-hal semacam ini.  Tetapkan tekat bahwa ini demi masyarakat agar tujuan program dapat tercapai dengan lebih baik).
  3. Sosialisasi secara terus menerus kepada masyarakat, bahwa penyelewengan dapat merugikan masyarakat luas.  Berikan contoh-contoh nyata agar masyarakat lebih mudah memahami, dan lakukan ini pada setiap kesempatan, tidak hanya dalam rapat. Langkah ini butuh waktu, sebab merubah cara berfikir seseorang tidaklah mudah.  Gunakan metode yang bervariatif, sebab kemampuan orang menerima pesan berbeda antara satu dengan lainnya.  Ingat, jangan buat jarak antara kita dengan masyarakat.  Dalam teori komunikasi, bahkan model baju kita yang dimata masyarakat aneh dan tidak umum, dapat menciptakan jarak sehingga apa yang kita sampaikan menjadi tidak mudah diterima.
  4. Cari dan petakkan orang-orang yang bisa dipercaya dan dianggap tidak ikut terlibat dalam penyelewengan, berpengaruh di masyarakat, punya sikap tegas, serta mampu dilatih melaksanakan system investigasi dan penanganan masalah yang akan kita lakuan.  Langkah ini membutuhkan kecermatan, jadi jangan terburu-buru, tapi tetap harus punya target.  Kendala langkah ini adalah terbatasnya SDM.  Hati-hati jangan mudah tersinggung, jika karena kendala ini, ada yang menyatakan bahwa anda tidak maksimal dalam memfasilitasi, maksudnya jangan lantas semangat membantu masyarakat jadi menurun.
  5. Buat sebuah system investigasi dan penanganan masalah sesuai kondisi wilayah, sesuai karakter masyarakat, dan sesuai kemampuan tim investigasi dan penanganan masalah yang kita bentuk.  System bisa dibuat sesederhana mungkin agar mudah dilakukan, misalnya dengan format-format pengisian data di UPK, di pengurus kelompok, dan di anggota. Sebab berbicara investigasi berarti berbicara fakta dan data.
  6. Bentuk tim dari orang-orang yang sudah kita petakkan tadi di poin 4, lalu latih agar mereka memahami dan mampu melakukan system yang sudah kita bentuk.  Proses melatih dapat dilakukan kapan saja, tidak harus dalam forum pelatihan, bahkan disela-sela obrolan, kita dapat memasukkan pemahaman-pemahaman dan contoh-contoh kasus.  Sebab yang kita inginkan tidak hanya kemampuan mengisi dan mencari data, akan tetapi kemampuan memahami dan menganalisa kasus.  Proses ini juga sebaiknya dilakukan secara terus-menerus.  Seperti halnya dalam langkah sosialisasi, orang akan lebih mudah menerima informasi yang kita sampaikan apabila mereka merasa sejajar dengan kita, mereka menganggap kita adalah bagian dari mereka.  Satu hal yang terpenting, selalu berikan penghargaan dan pujian yang tulus, kepada mereka yang telah bersedia bergabung dalam tim yang bertujuan untuk membantu masyarakat ini.
  7. Beri contoh.  Ketika memulai investigasi, kita harus melakukannya lebih dulu.  Ini bertujuan memberi contoh kepada tim.  Biasanya orang akan melakukan apa yang pertama kali direferensikan kepadanya.  Ketika bayi belajar bicara, ia akan ucapkan apa yang pertama kali didengarnya.  Pada awal investigasi, tim akan melihat cara kita menginvestigasi, dan tanpa mereka sadari, yang kita lakukan akan ditirunya.   Dalam hal ini kita harus benar-benar melakukannya dengan sebaik mungkin.
Langkah-langkah investigasi dapat dimulai dengan mencari data di UPK sebagai pusat kegiatan, kemudian di pengurus kelompok, lalu di anggota kelompok. Secara sederhana dapat diketahui, jika bukti/data jumlah pembayaran dari pengurus kelompok lebih besar dari data di UPK, berarti terdapat indikasi penyelewengan dana setoran di UPK/oleh pengurus UPK.  Jika bukti/data jumlah setoran di anggota kelompok lebih besar dari data jumlah yang disetorkan ke UPK, maka terdapat indikasi penyelewengan oleh pengurus kelompok.  Jika terdapat indikasi-indikasi penyelewengan semacam ini, lakukan konfrontasi/dikonfrontir antar pihat-pihak terkait, sampai ada pengakuan, dan dilanjutkan dengan surat pernyataan.
  1. Berikan kepercayaan kepada tim untuk melakukan tugasnya, ingat, kita adalah fasilitator.  Berikan saran bila dibutuhkan, beri dorongan semangat melalui perhatian dan pujian yang tulus kepada tim.
  2. Selalu berkoordinasi  dengan Faskab, camat, PJOK, dan semua pihak yang seharusnya turut bertanggungjawab dalam penyelesaian masalah.
  3. Dorong agar pihak-pihak yang telah menyatakan pengakuan penyelewengan dapat segera mengembalikan dana yang diselewengkan dengan cara yang manusiawi.  Ingat, kita adalah fasilitator, bukan penegak hukum.  Libatkan pihak-pihak, atau tokoh masyarakat yang dianggap berpengaruh dan disegani oleh pelaku.
  4. Berdoa, agar Alloh SWT., selalu memberikan kemudahan, kekuatan, dan perlindungan kepada kita dalam menjalankan tugas.
Hanya Alloh SWT, yang maha sempurna dan pemberi jalan bagi hamba-Nya.

Senin, 17 Desember 2012

Motivasi Ala PNPM Mandiri Perdesaan (Sebuah Analisa)



Lebak, 16 Desember 2012

Motivasi, merupakan suatu kata yang sangat erat kaitannya dengan kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaannya.  Jika ditanya satu persatu, banyak pelaku PNPM-MP dalam melakukan kegiatannya memiliki motivasi sendiri-sendiri, ada yang karena uang (mencukupi kebutuhan keluarga), ada yang karena ingin pujian, ada yang karena iseng atau mengisi waktu luang, ada yang karena pengabdian, dan sebagainya (tentu sesuai masing-masing kebutuhan dasar mereka).

Bagaimana Sejarah dan Prinsip Motivasi?

Sebelum sekitar tahun 1900 an, orang masih menganggap bahwa manusia tidak perlu dimotivasi, sehingga pada jaman itu, munculah kerja paksa dimana-mana.  Orang dianggap akan melakukan sesuatu kalau harus dicambuk, diancam, ditakut-takuti untuk dibunuh, dan sebagainya.  Tentu semua sepakat apabila metode ini tidak bisa lagi digunakan pada zaman sekarang.

Setelah sekitar tahun 1900 an itu Frederick W. Taylor menemukan Scientific Management. Yaitu metode mengukur dan mengontrol pekerjaan yang dilakukan sesuai standar.  Orang akan termotivasi untuk melakukan pekerjaanya dengan lebih baik, agar sesuai standar yang telah ditentukan. 

Pada tahun 1958, Douglas MacGregor menciptakan Teori X dan Teori Y dalam bukunya yang berjudul The Human Side of Enterprise.  Dalam teori ini, Rewards and Punishment digunakan sebagai alat memotivasi.  Orang yang melakukan pekerjaannya dengan baik akan diberikan rewards atau penghargaan (dapat berupa gaji, bonus, piagam penghargaan, pujian, dll) dan orang yang tidak melakukan pekerjaannya dengan baik akan diberikan punishment atau hukuman.  Metode motivasi ini masih digunakan sampai sekarang dibeberapa sektor pekerjaan dan organisasi.

Namun ternyata katanya metode ini dapat menjadi boomerang. Berikut ini tujuh macam kegagalan yang dapat diakibatkan metode ini yaitu:
1.       Dapat memadamkan motivasi internal
2.       Dapat menurunkan kinerja
3.       Dapat mematikan kreativitas
4.       Bisa mengesampingkan kelakuan baik
5.       Bisa mendorong penipuan atau pelanggaran kode etik
6.       Bisa menjadi madatan reward
7.       Mendorong pemikiran jangka pendek

Bagaimana Motivasi di PNPM Mandiri Perdesaan..?

Pada jaman sekarang, orang memandang motivasi harus berasal dari dalam dirinya sendiri atau disebutnya motivasi intrinsic.  Motivasi secara Intrinsik inilah yang oleh PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan untuk memotivasi para Fasilitatornya.  Bahwa Fasilitator PNPM-MP baik ditingkat provinsi, kabupaten, maupun kecamatan, dan desa,  harus memiliki motivasi dari dalam dirinya sendiri. 

Yang mendorong terjadinya motivasi intrinsik diklasifikasikan dalam tiga macam yaitu: Autonomy (Otonomi), Mastery (Keahlian), dan Purpose (Tujuan).  

Autonomy adalah hal yang paling penting dalam mendorong motivasi intrinsik.  Semakin memiliki otonomi, maka diharapkan fasilitator semakin merasa termotivasi. 
·         Fasilitator dapat menentukan sendiri kapan akan bekerja, untuk berapa lama, pada hari apa, dan sebagainya. 
·         Fasilitator dapat menentukan teknik atau metode yang dianggap paling tepat untuk menyelesaikan pekerjaan.
·         Fasilitator dapat menentukan kegiatan mana yang akan dikerjakan terlebih dahalu.
·         Fasilitator dapat memilih siapa orang yang menjadi teman kerjanya.

Mastery adalah faktor pendorong motivasi intrinsik  yang kedua.  Orang yang merasa sudah dalam proses menjadi tenaga ahli yang dihargai dan yang terhormat, pasti akan banyak belajar dan banyak mencari pengalaman yang terproses.  Sehingga dalam hal ini semakin ahli seseorang, maka ia akan semakin menjaga kualitas pekerjannya.  Oleh sebab itu banyak dilakukan pelatihan-pelatihan untuk fasilitator, dalam rangka meningkatkan kapasitas dan keahlian pendampingan.    

Purpose adalah faktor pendorong motivasi intrinsic yang ketiga.  Orang yang memiliki tujuan hidup yang lebih besar, dari tujuannya untuk kepentingan dirinya sendiri, akan memiliki motivasi yang sangat besar dalam melakukan pekerjaannya dalam mencapai tujuan itu.  Teori ini sejalan dengan teori kebutuhan dasar manusia. Bahwa kebutuhan dasar manusia yang tidak pernah terpuaskan adalah penghargaan.  Orang akan semakin termotivasi untuk bekerja lebih baik karena untuk mencapai tujuannya yaitu merasa dihargai oleh semua orang.

Walaupun nampaknya menurut saya, di PNPM-MP saat ini lebih tepat jika dikatagorikan menganut gabungan dari tiga metode-metode di atas, yaitu 1. metode Scientific Management yaitu mengontrol pekerjaan sesuai standard (misalnya, jika alur tahapan tidak dilaksanakan fasilitator dapat terkena sanksi karena dianggap salah tidak sesuai standar); 2. metode Rewards and Punishment yaitu penghargaan dan hukuman (misalnya, jika fasilitator bekerja dengan baik evkinnya bagus, dan yang melanggar SOP, misalnya tidak tinggal dilokasi tugas, maka mendapat Surat Peringatan, dsb); 3. Metode motivasi intrinsic (misalnya, fasilitator merencanakan sendiri pekerjaannya untuk satu bulan kedepan).

Namun menurut saya, apapun metode motivasi yang digunakan, akan sangat efektif apabila semua orang pada jenjang, dari nasional, provinsi, kabupaten, dan kecamatan, sampai desa, memahami teori tentang manusia, sifat, dan kebutuhan dasarnya.  Jika tidak, maka tentu motivasi yang diharapkan kurang dapat  terwujud dengan baik. Contoh: Apabila dalam sebuah kunjungan dari provinsi ke kecamatan menyatakan bahwa waktu bekerja yang telah dilakukan fasilitator tidak optimal (tanpa melihat kondisi eksternal seperti topografi wilayah, kultur masyarakat, dsb), atau menyatakan bahwa tekhnik/metode yang digunakan oleh fasilitator tidak tepat dan tidak maksimal (juga tanpa memikirkan kondisi eksternal seperti topografi wilayah, kultur masyarakat, dsb), dan sebagainya dengan bahasa yang kurang tepat.  Tentu dengan serta merta ini bisa membunuh motivasi fasilitator kecamatan tadi (meskipun pada kasus tertentu bisa sebaliknya, tergantung orangnya), karena ini melawan teori sifat dan kebutuhan dasar manusia. Yaitu bahwa kebutuhan dasar manusia yang tidak pernah terpuaskan adalah “penghargaan” dan penghargaan disini bukan uang, melainkan rasa dihargai.

Minggu, 09 Desember 2012

Sebuah Catatan Pelatihan Penyegaran FK, FT, dan Asisten FK se-Provinsi Banten 2012 (Part 2)



Hotel Parama, Cisarua, Bogor, 8 Desember 2012

Enaknya dari hari pertama tiba di Hotel Parama ini salah satunya adalah bisa online gratis sepanjang kesempatan.  Pagi ini Jumat 7 Desember 2012 telat masuk kelas karena keasyikan liat film-film Jokowi-Ahok di youtube.com.  Masuk ke kelas sudah jam 8.30 WIB, acara diskusi melanjutkan  materi  “Pengorganisasian Masyarakat” bersama Bapak Ir. Umar sudah dimulai.  Singkat cerita, kesimpulan yang disampaikan adalah Rekomendasi pengurus BKAD: 1. Tokoh Masyarakat, 2. BPD, 3. Tidak boleh kepala desa.  (nggak tahu ni pas apa nggak sama lesson plan nya..? bungkus aja deh).


Samblil cofebreak, pemateri berikutnya sudah menunggu.  Kali ini tentang “Penanganan Masalah” Oleh Asisten Faskab Serang Ir. Dwi Rahmanto (Wah gelarnya salah nggak ya..? kalau salah mohon maaf ya Pak?).  Mungkin karena habis cofebreak, saya jadi lebih konsentrasi sehingga catatan saya jadi agak sedikit banyak.  Tujuan materi ini adalah agar peserta dapat:  1.memahami  pentingnya laporan pengaduan; 2. merumuskan strategi dan langkah-langkah melakukan investigasi permasalahan; 3. mengklasifikasikan penyelesaian masalah sesuai SOP pengaduan dan penanganan masalah; 4. melakukan identifikasi penyebab masalah; 5. Merumuskan langkah-langkah melakukan mediasi; 6. Menyusun strategi peningkatan keterlibatan dan dukungan masyarakat terhadap penanganan masalah; 7. Menemukan strategi agar masalah tidak muncul lagi.


Pemateri memulai materinya  dari sebuah pertanyaan apa itu masalah? Dengan antusias peserta ada yang menjawab ”Masalah adalah hambatan pak….” ; “… Rintangan Pak….”; dan sebagainya…  kemudian ada juga yang nyeletuk “masalah adalah rejeki pak…”  Kenapa bisa rejeki..? Karena saya LSM pak…


Sebenarnya  catatan saya banyak, tapi tidak mungkin saya tulis disini semua (males lah..). Tapi kesimpulan saya  adalah, di program PNPM-MP permasalahan diselesaikan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat dan berbasis fasilitator. Jadi kalau ada masalah, jangan sedikit-sedikit melapor.   (nggak tahu juga ni, pas apa nggak sama lesson plannya…? Dibungkus).

Hari ini Sabtu, 8 Desember 2012.  Kami dibagi dalam kelas “Pisah” (disebutnya), kelas FK dan asisten terpisah dengan FT, dan  Saya kebagian kelas F.


Materi pertama pagi ini adalah “Meningkatkan Kualitas Pelatihan Masyarakat” disampaikan oleh Bapak Andes Widiansyah, SE. Asisten Faskab Pandeglang, dari jam 08.00—10.00 (jadwalnya).   Lumayan sedikit ngantuk mungkin karena sarapan nasi goreng.  Kesimpulan hasil diskusi yang saya tangkap adalah, untuk meningkatkan kualitas pelatihan masyarakat dibutuhkan pemetaan terhadap kemampuan pelaku; hal ini berguna untuk menyusun TNA (Training Need Asisstment), dan TNA ini adalah syarat wajib yang tetap harus dipertahankan adanya;  inovasi dalam pelatihan harus selalu dilakukan;  Selain itu pelatihan harus terukur, bisa dilakukan dengan cara pre-test sebelum dimulai pelatihan, dan post-test setelah pelatihan dilakukan.  Dengan begitu kita bisa mengukur seberapa besar peserta mampu memahami materi yang telah diberikan.   





MOHON MAAF JIKA GAMBAR-GAMBAR YANG DISAJIKAN KURANG OKE...


Sayangnya  sebelum pelatihan penyegaran ini dimulai tidak dilakukan pre-test.  Mungkin karena ada cara lain mengukurnya, saya tidak tahu.  Atau meskipun tidak terukur, tapi mudah-mudahan tujuan yang diinginkan bisa tercapai.